Category Archives: Reflection

Makanan Untuk Jiwa

Setiap orang selalu ingat untuk mengisi tubuhnya dengan makanan yang membuat mereka sehat. Sebenarnya kita tak cukup hanya dengan makanan untuk tubuh fisik saja, kitapun membutuhkan makanan untuk jiwa kita. Tapi sering kali kita tak menghiraukannya karena terlalu terikat untuk memenuhi kepuasan tubuh fisik saja.
Kalau tubuh lapar itu pertanda tubuh membutuhkan makanan , tapi seringkali kita tak paham kapan jiwa kita lapar dan membutuhkan makanan.
Kapan dan apa pertanda jiwa kita membutuhkan makanan?
Amatilah hidup kita, ketika kita bahagia atau gembira sering kali kita sudah merasa kenyang dan tak perlu makanan , sedangkan ketika kita stress atau tertekan kita cenderung juga lapar, ternyata itu juga sebagai pertanda jiwa membutuhkan makan dengan santapan rohani yaitu pemahaman2 yang menuntun kita untuk mampu bertahan menghadapi kehidupan dengan keberserahan kepada Tuhan. Kita mengolah rasa kita dari perasaan negatif dan mengubahnya dengan perasaan positif sehingga kita menjadi semangat kembali menjalani kehidupan. Melepaskan stress dan mengubahnya menjadi bahagia dan penuh rasa syukur.
Sadarilah untuk selalu menyeimbangkan kebutuhan lahir dan batin kita agar selalu selaras dan harmonis.
Ingatlah untuk mengisi jiwa kita dengan santapan rohani yang mendamaikan.
#arsaningsih
#soulreflection

Hati-Hati Tipuan Kesan Pertama

Dalam perjalan ke bandara untuk mudik, beberapa teman bercerita tentang kesan pertama atau first impression seseorang. Ada yang kesan pertamanya baik, tapi setelah kenal lebih dalam jadi kering dan ngeselin, tapi ada yang awalnya kesannya jutek, malah makin kenal makin nyaman diajak sharing. Ada juga yang cuma pencitraan saja, padahal banyak bohongnya. Mereka jadi malas utk punya teman baru karena takut tidak sesuai warna aslinya, eh maksudnya terlalu banyak yang bertopeng tidak yang sesungguhnya.

Mereka bertanya kepada saya ” Bunda, bagaimana kita bisa mengenali seseorang dengan benar supaya tidak dibohongi orang? ” Wah, saya harus memberi mereka pemahaman supaya mereka tenang menghadapi banyak orang.

Saya menerangkan pemahaman hukum energi kepada mereka, karena hanya hukum energi saja yang mampu memberi jawaban atas pertanyaan mereka. Hukum energi yang saya maksud adalah sejenis menarik sejenis. Apa yang kamu pikirkan akan menarik orang yang berpikiran sama dengan kita.
Untuk kasus ini selama kita berpikiran yang positif, kita tak perlu khawatir karena orang-orang yang berpikiran positif yang akan datang pada diri kita.

Mereka bertanya kembali ke saya ” Bunda, bagaimana kita tau pikiran orang itu positif atau tidak ?”
Wah, mereka ternyata cukup kritis dan mengejar saya dengan pertanyaan yg lebih detail. Dengan penuh kesabaran saya menjabarkan tentang metode SOULMeter yang dapat digunakan untuk mengukur radiasi energi dari pikiran seseorang. Bahwa energi mengikuti pikiran dan semua radiasi itu dapat dirasakan dan diukur. Dengan SOULMeter kita belajar mengolah rasa atau kepekaan intuisi untuk mengetahui pikiran apa yang di hasilkan seseorang.

Orang yang hatinya baik pasti  banyak memikirkan hal-hal yang positif , dan orang-orang yang hatinya buruk pasti dipenuhi oleh pikiran-pikiran buruk. Karena energi mengikuti pikiran, radiasi energi pikiran inilah yang dapat kita rasakan. Kita perlu berlatih untuk mengenali seseorang secara batin, sehingga kita tidak berburuk-sangka atau menghakimi seseorang. Atau bahkan kita yang di bohongi orang karena kita terlalu terpesona oleh first impression atau kesan pertama yang begitu menggoda.

Jaman gini banyak orang menggunakan topeng untuk menutupi keburukan mereka, mereka menjadi aktor atau aktris yang aktingnya luar biasa. Dengan belajar SOULMeter, tentu kita akan mengenali kebenaran di balik topeng mereka dan tidak terpesona hanya dari penampilan luar, tapi mampu mengenali kedalaman hati seseorang.
” Kalau begitu, Bunda ajari kami SOULMeter dong ” pinta mereka kepada saya.
Hehehe mereka kepo sama SOULMeter ternyata. saya bilang ” Ok tunggu Bunda pulang mudik ya.”
Diskusi kecil itu pun terputus oleh panggilan boarding untuk pesawat yang akan mengantar saya pulang.

-Arsaningsih-

Puasa Bukan Sekadar Puasa

Kita telah memasuki bulan puasa, bulan Ramadhan bulan penuh berkat. Umat muslim menyiapkan dirinya menjalani puasa , menahan hawa nafsu untuk menyambut Idul Fitri, hari yang penuh kesucian.

Berpuasa dan menahan hawa nafsu bukan hanya dilakukan umat muslim saja, tetapi semua agama dan keyakinan mempunyai juga tradisi puasa dan menahan hawa nafsu dalam waktu yang berbeda.
Mengapa puasa dan menahan hawa nafsu diajarkan pada semua agama dan keyakinan ?

Semua agama merupakan ajaran Tuhan yang universal yang mampu ditangkap oleh para nabi, guru suci atau avatar yang mempunyai kesadaran jiwa yang tinggi. Beliau menyampaikan sabda Tuhan untuk membawa manusia mencapai kesadaran yang lebih baik. Untuk mengubah tingkat kesadaran manusia maka diperlukan latihan2 secara berfisik untuk berlatih, dengan banyak berlatih maka mereka akan mampu meninggalkan pola lama dalam hidupnya dan mampu membawa manusia pada kesadaran yang baru yang lebih baik dan terlahir kembali dengan kesucian hatinya, walaupun masih dengan tubuh fisik yang sama. Berpuasa merupakan salah satu jalan untuk berlatih meningkatkan kesadaran.

Berpuasa dibagi dalam dua cara yaitu berpuasa secara lahir dan berpuasa secara batin.
Berpuasa secara lahir adalah bentuk berpuasa yang secara fisik akan terlihat dengan berubahnya aktifitas fisik tubuh kita dengan pola makan yang berubah. Berpuasa disini diartikan dengan mengurangi asupan makanan yang masuk kedalam tubuh kita. Sebenarnya setiap hari kita juga telah melakukan puasa yaitu pada malam hari kita tidak makan, sehingga pagi hari saatnya sarapan kita selalu berbuka puasa yaitu dengan breakfast. Tetapi tentunya berbeda dengan puasa yang kita niatkan pada waktu pagi hingga sore hari seperti puasa dibulan Ramadhan.
Puasa dibulan Ramadhan atau puasa2 yang sering dilakukan oleh umat beragama lainnya mempunyai makna bukan sekedar menahan diri untuk tidak makan selama pagi hingga sore hari saja, tetapi tentunya ada makna yang dalam dimana kita akan mampu menjalaninya dengan ikhlas. Makna inilah yang memotivasi seseorang untuk menjalaninya. Untuk proses ini kita melakukan puasa lahir batin jadi bukan sekedar tubuh fisik yang puasa tetapi secara batin pun kita berpuasa.

Berpuasa secara fisik ternyata lebih mudah kita jalani dibandingkan puasa secara batin. Sebelum kita puasa biasanya kita sudah melakukan sahur yaitu makan pagi yang lebih awal, kita mengisi tubuh fisik kita dengan sarapan agar aktifitas tubuh tidak terganggu. Setelah sahur kita berupaya mendisiplinkan diri untuk tidak makan dan minum sebelum waktu buka puasa. Dalam jeda waktu yang cukup lama tidak makan tentunya tubuh fisik akan menuntut dan menimbulkan rasa lapar dan haus, tetapi karena kita sudah berniat untuk puasa maka kitapun mendisiplinkan tubuh untuk mengikutinya hingga waktu buka puasa tiba. Hal ini akan menjadi latihan fisik yang berat, disinilah ujian kesabaran kita. Puasa berfisik bisa dilalui tetapi puasa batin untuk mengendalikan hawa nafsu ternyata lebih sulit dilakukan. Hal ini terbukti banyaknya orang yang berpuasa tetapi ketika mereka hendak menyiapkan waktu sahur dan buka puasa mereka tidak dapat mengendalikan hawa nafsunya untuk mengisi tubuhnya dengan segala makanan yang enak-enak, dan menjadi lapar mata.

Kita memaklumi hal ini oleh karena semua orang berproses, jadikan hal ini suatu perenungan bagi diri sendiri.Hingga nantinya kita akan mempunyai kesadaran untuk berlatih puasa setiap hari baik lahir maupun batin.
Toh pada kenyataannya kita sudah setiap hari berpuasa fisik walaupun jam nya berbeda, usahakan setelah jam 6 sore mulai berpuasa dan jam 6 pagi kita breakfast, dan setiap hari puasa batin dengan selalu mengendalikan semua nafsu kita termasuk kemarahan, ego, iri hati, kesombongan, keserakahan, ambisi yang berlebihan, dan jalani hidup dengan penuh cinta, belas kasih, toleransi, ikhlas sehingga kwalitas hidup menjadi lebih baik.

Disiplinkan lahir dan batin kita dengan proses berpuasa, berpuasa membersihkan diri dari hawa nafsu dan akan membawa kita pada kesucian.

Selamat berpuasa sahabat …

~ Arsaningsih ~

Kecemasan

cemasSeringkali kita cemas memikirkan masa depan anak-anak kita. Kita berusaha untuk menyiapkan dan memberikan bekal kemakmuran bagi mereka, dengan harapan kehidupan mereka menjadi lebih baik dan bahagia. Dan ketika kita tidak dapat membekali mereka dengan kemakmuran, karena keterbatasan kita, maka kita akan menyalahkan diri kita sendiri dan menderita.

Kurangnya pemahaman akan kehidupan ini, membuat banyak orang terjebak dengan penderitaan, karena pola pemikiran mereka yang salah. Seharusnya kita tidak perlu menderita atas apapun yang akan dialami oleh anak-anak kita, perasaan menderita itu merupakan bentuk keterikatan kita terhadap anak. Bagaimana kita menyikapi hal ini dan membuat kita tidak terikat dan menderita?

Rendah Hati

Kerendahan-Hati

“Tong kosong berbunyi nyaring”
“Padi semakin berisi semakin merunduk”

Peribahasa ini mengingatkan kita ketika seseorang mempunyai kesombongan di dalam diri, dia merasa sudah pandai dalam pelajaran yang telah dicapainya sehingga mereka menjadi pongah, tidak tahu malu dan terus berkoar-koar sebatas yang dia tahu. Tetapi seseorang yang tekun belajar dia akan semakin malu pada dirinya karena merasa dirinya bukan siapa-siapa, dan terus mengoreksi dirinya, terus mencari guru untuk membimbing dirinya.

Iri Hati

iri hatiOrang yang menyimpan iri hati di dalam dirinya akan selalu memperbandingkan dirinya dengan orang lain. Ketika mereka merasa lebih dari orang lain, kesombongan dan egois di dalam dirinya akan dipupuk menjadi lebih subur lagi. Oleh karena itu iri hati selalu berteman dengan kesombongan dan egois. Ketika orang lain lebih darinya maka kebencian, ketersinggungan akan menguat bahkan dapat menimbulkan dendam. Maka iri hati pun selalu berteman dengan kebencian, ketersinggungan dan dendam.

Sangat kasihan orang-orang yang menyimpan iri hati dalam dirinya, karena teman-temannya iri hati yaitu, kesombongan, egois, kebencian, ketersinggungan dan dendam akan membelenggu mereka dan membuat mereka menderita.